Contoh Makalah Tentang Penyakit TBC Lengkap

Ditulis oleh: Contoh Karya Tulis -
Advertisement
Contoh Makalah Tentang Penyakit TBC Lengkap - Ada yang membutuhkan informasi lebih jauh mengenai penyakit TBC, anda bisa membacanya dalam contoh karya tulis yang akan kita bahas kali ini. Pada contoh ini akan di bahas lengkap mulai dari pengertian penyakit TBC, tanda-tanda atau gejala penyakit sampai pada proses penanganan. 

Makalah ini merupakan salah satu dari karya tulis yang banyak disusun oleh rekan mahasiswa dari jurusan kesehatan baik itu kebidanan dan juga jurusan lain. Untuk memberikan keleluasaan dalam menggali informasi yang lengkap mengenai penyakit tbc contoh ini akan diberikan lengkap dari bab pertama sampai akhir. 


Untuk memulai pertama mari kita kupas apa yang dimaksud dengan TBC ini, beberapa pengertian bisa dilihat sebagai berikut:



  1. TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkin paru-paru dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri, 2009).
  2. Sementara itu, Junaidi (2010) menyebutkan tuberkulosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru dengan gejala yang sangat bervariasi.
  3. Irman Somantri,Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan pasa sistem Pernapasan (Jakarta: Salemba Medika, 2009)
  4. Iskandar Junaidi, Penyakit Paru dan Saluran Napas (Jakarta: Buana Ilmu Populer, 2010)


Contoh Makalah Tentang Penyakit TBC Lengkap
Contoh Makalah Tentang Penyakit TBC Lengkap
http://adf.ly/qjZku
)* copy paste link di atas untuk menyalin contohnya

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis.(Universitas Sumatera Utara)

Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting. (Universitas Sumatera Utara)

Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi primer di seluruh dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%, dan Tuberculosis - Multidrug Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di Indonesia resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug resistance (MDR). Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum dipandang sebagai masalah yang utama. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh karena lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu TB-MDR. (Universitas Sumatera Utara)

Rao dan kawan-kawan di Karachi-Pakistan pada tahun 2008, melakukan penelitian resistensi primer pada penderita tuberkulosis paru kasus baru. Didapatkan dengan hasil pola resisten sebagai berikut: resistensi terhadap Streptomisin sebanyak 13 orang (26%), Isoniazid 8 orang (16%), Etambutol 8 orang (16%), Rifampisin 4 orang (8%) dan Pirazinamid 1 (0,2%). Sedangkan di Indonesia TB-MDR telah diperoleh sebanyak 2 orang (0,4%) pasien. Angka resistensi/TB-MDR paru dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan TBC parudi kabupaten setempat/kota setempat terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus termasuk peran Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita untuk minum obat. Faktor lain yang mempengaruhiangka resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT yang cukup dan berkualitas ataupun adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain TBC. (Universitas Sumatera Utara)

Semakin jelas bahwa kasus resistensi merupakan masalah besar dalam pengobatan pada masa sekarang ini. WHO memperkirakan terdapat 50 juta orang di dunia yang telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1%) dari 8,7 juta TB kasus baru pada tahun 2000. Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menempati urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru terbesar tahun 2007, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan. Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%), Sumatra Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%), DI Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007). (Universitas Sumatera Utara)

Berdasarkan hasil pemeriksaan menyeluruh, yang meliputi anamnesis (yang juga mencakup tanda dan gejala serta riwayat penyakit), maka pasien didiagnosis menderita tuberkulosis jika telah menunjukkan gejala gejalanya.  Pasien harus minum obat secara teratur dan melanjutkan terapi pengobatan hingga dinyatakan benar sembuh. Pasien harus sabar dan taat. Anggota keluarga harus memeriksakan dahaknya dan gar harus memperhatikan serta motifasi pasien tetap konsisten dalam menjalani pengobatan.